Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dapat dibedakan dalam dua dimensi: probability versus non-probability dan single-stage versus multi stage (Blaiki, 2000). Dimensi pertama, probability versus non-probability, mencerminkan
tingkat kerandoman dari proses pemilihan sampel. Sedangkan dimensi
kedua, menunjuk pada banyaknya tahap atau langkah dalam proses
pengambilan sampel.
Single-stage probability sampling
pada
single-stage probability sampling ini proses sampling dilakukan hanya
satu tahap, dalam artian hanya menggunakan metode probability sampling
tertentu sekali untuk menghasilkan sampel penelitian. Sebagai contoh,
untuk mendapatkan 20 orang sampel dari populasi yang berjumlah 100
orang, peneliti menggunakan simple random sampling. Proses pengambilan
sampel ini tidak digabungkan dengan teknik pengambilan sampel yang lain.
Beberapa metode yang termasuk probability sampling adalah sebagai berikut:
S Simple random sampling
Simple random sampling
adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak (random)
sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan
yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Pada contoh
pemilihan 20 orang sampel dari populasi yang beranggotakan 100 orang,
dengan teknik simple random sampling maka setiap orang pada populasi
tersebut memilki peluang yang sama untuk menjadi satu dari 20 sampel
yang dipilih.
Teknik
ini memilki tingkat keacakan yang sangat tinggi, sehingga sangat
efisien digunakan untuk mengukur karakter populasi yang memiliki elemen
dengan homoginitas tinggi. Sedangkan untuk populasi yang memiliki elemen
cukup hetergon, penggunaan teknik ini justru dapat menimbulkan bias.
Syarat
penggunaan teknik sampling ini adalah, bahwa setiap elemen dari
populasi harus dapat diidentifikasi. Elemen dari populasi tersebut
kemudian disusun dalam suatu sampling frame, yaitu suatu daftar
yang dapat menggambarkan seluruh elemen dari populasi. Keberadaan
sampling frame ini sangat penting dalam teknik simple random sampling
ini, karena proses pemilihan sampel akan menjadi lebih sederhana, cepat
dan murah.
Prosedur penggunaan simple random sampling, diawali dari pembentukan sampling frame
oleh peneliti. Selanjutnya, dari sampling frame tersebut dipilih sampel
yang dilakukan secara acak hingga terpenuhi jumlah sampel yang
dibutuhkan. Proses pemilihan sampel ini juga dapat memanfaatkan a table of random numbers.
> Systematic sampling
Teknik systematic sampling ini memiliki kemiripan prosedur dengan teknik simple random sampling. Oleh karena itu, systematic sampling juga memerlukan sampling frame, dan proses pemilihan sampel dilaksanakan secara random. Namun, berbeda dengan simple random sampling,
random dilakukan hanya untuk memilih sampel pertama. Sedangkan
pemilihan sampel kedua, ketiga dan seterusnya dilakukan secara
sistematis berdasarkan interval yang telah ditetapkan.
Penggunaan interval dalam pemilihan sampel ini merupakan metode quasi-random, karena sebenarnya tidak dilaksanakan random secara murni. Namun, hasil penggunaan systematic sampling dengan simple random sampling
ternyata tidak jauh berbeda (Neuman, 1997). Oleh karena itu,
penggunaannya bisa saling menggantikan, kecuali untuk populasi dengan
elemen yang tersusun secara terpola atau membentuk siklus. Pada populasi
dengan elemen yang terorganisir membentuk pola atau siklus, systematic
sampling justru menimbulkan bias.
Prosedur systematic sampling adalah, pertama, disusun sampling frame.
Kedua, peneliti menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan
rumus N/n; dimana N adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah
jumlah sampel yang diperlukan. Ketiga, peneliti memilih sampel pertama
(s1)secara random dari sampling frame. Keempat, peneliti
memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih
sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah
nilai interval (k) pada setiap sampel sebelumnya.
Contoh penggunaan systematic sampling untuk memilih 20 sampel dari populasi yang berisi 100 elemen, adalah sebagai berikut. Pertama, susun sampling frame.
Kedua, tetapkan nilai k = 5. Ketiga, tentukan sampel pertama secara
random, misal diperoleh 6. Selanjutnya kita dapat menetukan sampel
berikutnya adalah 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, 46, 51, 56, 61, 66, 71,
76, 81, 86, 91, 96, dan 1.
Stratified sampling
Jika peneliti memiliki informasi tambahan bahwa populasi sebenarnya terdiri dari beberapa subpopulasi atau strata, maka stratified sampling
lebih cocok untuk memilih sampel penelitian. Sebagai contoh, penelitian
akan dilakukan terhadap peserta kelas metodologi penelitian sosial yang
semuanya berjumlah 80 orang. Informasi tambahan bagi peneliti adalah
bahwa dari 80 orang tersebut 60 orang adalah perempuan dan sisanya
laki-laki. Jika peneliti menganggap informasi ini penting untuk analisa,
maka stratified sampling lebih cocok digunakan untuk memilih sampel.
Prosedur penggunaan stratified sampling
adalah sebagai berikut, pertama, peneliti membagi populasi kedalam
beberapa subpoplasi atau strata berdasarkan informasi yang didapat.
Kedua, peneliti merumuskan sampling frame pada masing-masing
subpopulasi atau strata. Ketiga, peneliti memilih sampel pada
masing-masing subpopulasi atau strata dengan menggunakan simple random atau systematic sampling.
Dalam pemilihan sampel ini, proporsi jumlah sampel antar strata adalah
sama dengan proporsi jumlah elemen antar strata. Dengan demikian, jika
telah ditetapkan bahwa 20 orang akan dipilih sebagai sampel penelitian
pada kelas metodologi penelitian social yang jumlah elemennya adalah 80
orang, maka perbandingan jumlah sampel antara perempuan dan laki-laki
adalah 60:20. Berdasarkan proporsi tersebut, selanjutnya diperoleh
sampel untuk perempuan adalah 15 orang dan untuk laki-laki adalah 5
orang.
Terkadang
seorang peneliti memilih sampel dengan tidak melihat proporsi tersebut,
sebagai contoh, pada kasus diatas ia memilih sampel laki-laki sejumlah
10 orang. Dalam kondisi demikian, maka hasil analisis tidak dapat
digeneralisasikan secara langsung terhadap populasi tersebut.
Selanjutnya, agar hasil analisis dapat digeneralisasikan, peneliti perlu
melakukan pembobotan (weighting). Dalam contoh tersebut,
karena jumlah sampel laki-laki dilipatduakan, maka jumlah sampel
perempuan juga perlu dilipatduakan. Hasil akhir setelah pembobotan,
jumlah sampel perempuan adalah 30 orang dan jumlah sampel laki-laki
adalah 10 orang.
Cluster sampling
Cluster sampling disebut juga dengan area sampling. Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas sehingga sulit untuk disusun sampling frame. Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple random sampling.
Adapun cluster adalah suatu unit yang berisi sekumpulan elemen-elemen populasi. Namun, terhadap populasi yang lebih tinggi, Cluster sendiri berkedudukan sebagai elemen dari populasi tersebut. Seoarang peneliti yang menggunakan cluster sampling, pertama-tama memilih sampel yang berbentuk cluster dari suatu populasi. Selanjutnya, dari tiap-tiap cluster
sampel tersebut, diturunkan sampel yang berbentuk elemen. Sebagai
contoh, pemilihan sampel pegawai pada suatu departemen yang pegawainya
tersebar pada berbagai unit kerja yang juga tersebar secara geografis.
Pada kasus ini, peneliti dapat menjadikan unit kerja sebagai cluster
dan selanjutnya secara random memilih beberapa unit kerja sebagai
sampel. Pada setiap Unit kerja yang terpilih tersebut kemudian seluruh
pegawai dijadikan sampel penelitian.
CONTOH SOAL
- Jumlah responden 1000, terdiri S1=50, D3=300, SMA=500, SMP=50, SD=100
- Berapa jumlah sample berdasarkan tabel?
- Berapa jumlah sample untuk masing-masing tingkat pendidikan?
- Populasi = 1000 → besar sample 278
- Sample berdasarkan tingkat pendidikan:
- S1 =50/1000 x 278 = 13,9 = 14
- D3 = 300/1000 x 278 = 83,4 = 83
- SMA = 500/1000 x 278 = 139
- SMP = 50/1000 x 278 = 13,9 = 14
- SD = 100/1000 x 278 = 27,8 = 28
- Total = 14 + 83 + 139 + 14 + 28 = 278
CONTOH SOAL 2
- Penelitian tentang status gizi anak balita di kelurahan X dengan jumlah populasi 923.000, dimana kasus atau prevalensi gizi kurang pada populasi tsb tidak diketahui.
- Berapa jumlah sampel yg harus diambil apabila menghendaki derajat kemaknaan 95% dan dengan estimasi penyimpangan 0,05?
JAWAB
BESAR SAMPLE JAWAB
- Sampel lebih besar akan memberikan hasil yang lebih akurat, tapi perlu tenaga, waktu, biaya yg lebih besar
- Pengambilan sampel secara acak akan memberikan data kuantitatif yg lebih representatif
- Besar kecilnya sample bukan satu-satunya penentuan representatif, tetapi lebih kepada cara pengambilan sample
CONTOH SOAL 3
- Penelitian tentang status gizi anak balita di kelurahan X dengan jumlah populasi 3.000, dimana kasus atau prevalensi gizi kurang pada populasi tsb tidak diketahui.
- Berapa jumlah sampel yg harus diambil apabila menghendaki derajat kemaknaan 95% dan dengan estimasi penyimpangan 0,05?
JAWAB CONTOH SOAL 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar